Rabu, 02 Maret 2016

Pemanasan global (bahasa Inggris: Global warming) adalah suatu proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi.

Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia"[1] melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.

Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.[1] Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca pada masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil.[1] Ini mencerminkan besarnya kapasitas kalor lautan.

Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrem,[2] serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.

Beberapa hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi pada masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca.

Daftar isi  [sembunyikan]
1 Penyebab pemanasan global
1.1 Efek rumah kaca
1.2 Efek umpan balik
1.3 Variasi Matahari
2 Mengukur pemanasan global
3 Model iklim
4 Dampak pemanasan global
4.1 Iklim mulai tidak stabil
4.2 Peningkatan permukaan laut
4.3 Suhu global cenderung meningkat
4.4 Gangguan ekologis
4.5 Dampak sosial dan politik
5 Perdebatan tentang pemanasan global
6 Pengendalian pemanasan global
6.1 Menghilangkan karbon
6.2 Persetujuan internasional
7 Lihat pula
8 Referensi
9 Pranala luar
Penyebab pemanasan global[sunting | sunting sumber]
Efek rumah kaca[sunting | sunting sumber]
Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari matahari. Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer Bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, sulfur dioksida dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.

Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya.

Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan suhu rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F) dari suhunya semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan global.

Efek umpan balik[sunting | sunting sumber]
Anasir penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara sampai tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembapan relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat).[3] Umpan balik ini hanya berdampak secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer.

Efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan kembali radiasi infra merah ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek netto-nya menghasilkan pemanasan atau pendinginan tergantung pada beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut. Detail-detail ini sulit direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km untuk model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat). Walaupun demikian, umpan balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan balik uap air dan dianggap positif (menambah pemanasan) dalam semua model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke empat.[3]

Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es.[4] Ketika suhu global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersamaan dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air di bawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.

Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif.

Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah.[5]

Variasi Matahari[sunting | sunting sumber]

Variasi Matahari selama 30 tahun terakhir.
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Variasi Matahari
Terdapat hipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari matahari, dengan kemungkinan diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini.[6] Perbedaan antara mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya aktivitas matahari akan memanaskan stratosfer sebaliknya efek rumah kaca akan mendinginkan stratosfer. Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak telah diamati sejak tahun 1960,[7] yang tidak akan terjadi bila aktivitas matahari menjadi kontributor utama pemanasan saat ini. Penipisan lapisan ozon juga dapat memberikan efek pendinginan tersebut tetapi penipisan tersebut terjadi mulai akhir tahun 1970-an. Fenomena variasi Matahari dikombinasikan dengan aktivitas gunung berapi mungkin telah memberikan efek pemanasan dari masa pra-industri hingga tahun 1950, serta efek pendinginan sejak tahun 1950.[8][9]

Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kontribusi matahari mungkin telah diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuwan dari Duke University memperkirakan bahwa matahari mungkin telah berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan suhu rata-rata global selama periode 1900-2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000.[10] Stott dan rekannya mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat ini membuat perkiraan berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca dibandingkan dengan pengaruh matahari; mereka juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari debu vulkanik dan aerosol sulfat juga telah dipandang remeh.[11] Walaupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan sensitivitas iklim terhadap pengaruh matahari sekalipun, sebagian besar pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.

Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuwan dari Amerika Serikat, Jerman dan Swiss menyatakan bahwa mereka tidak menemukan adanya peningkatan tingkat "keterangan" dari matahari pada seribu tahun terakhir ini. Siklus Matahari hanya memberi peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat "keterangannya" selama 30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil untuk berkontribusi terhadap pemansan global.[12][13] Sebuah penelitian oleh Lockwood dan Fröhlich menemukan bahwa tidak ada hubungan antara pemanasan global dengan variasi matahari sejak tahun 1985, baik melalui variasi dari output matahari maupun variasi dalam sinar kosmis.[14]

Mengukur pemanasan global[sunting | sunting sumber]

Hasil pengukuran konsentrasi CO2 di Mauna Loa
Pada awal 1896, para ilmuwan beranggapan bahwa membakar bahan bakar fosil akan mengubah komposisi atmosfer dan dapat meningkatkan suhu rata-rata global. Hipotesis ini dikonfirmasi tahun 1957 ketika para peneliti yang bekerja pada program penelitian global yaitu International Geophysical Year, mengambil sampel atmosfer dari puncak gunung Mauna Loa di Hawai.

Hasil pengukurannya menunjukkan terjadi peningkatan konsentrasi karbon dioksida di atmosfer. Setelah itu, komposisi dari atmosfer terus diukur dengan cermat. Data-data yang dikumpulkan menunjukkan bahwa memang terjadi peningkatan konsentrasi dari gas-gas rumah kaca di atmosfer.

Para ilmuwan juga telah lama menduga bahwa iklim global semakin menghangat, tetapi mereka tidak mampu memberikan bukti-bukti yang tepat. Suhu terus bervariasi dari waktu ke waktu dan dari lokasi yang satu ke lokasi lainnya. Perlu bertahun-tahun pengamatan iklim untuk memperoleh data-data yang menunjukkan suatu kecenderungan (trend) yang jelas. Catatan pada akhir 1980-an agak memperlihatkan kecenderungan penghangatan ini, akan tetapi data statistik ini hanya sedikit dan tidak dapat dipercaya.

Stasiun cuaca pada awalnya, terletak dekat dengan daerah perkotaan sehingga pengukuran suhu akan dipengaruhi oleh panas yang dipancarkan oleh bangunan dan kendaraan dan juga panas yang disimpan oleh material bangunan dan jalan. Sejak 1957, data-data diperoleh dari stasiun cuaca yang terpercaya (terletak jauh dari perkotaan), serta dari satelit. Data-data ini memberikan pengukuran yang lebih akurat, terutama pada 70 persen permukaan planet yang tertutup lautan. Data-data yang lebih akurat ini menunjukkan bahwa kecenderungan menghangatnya permukaan Bumi benar-benar terjadi. Jika dilihat pada akhir abad ke-20, tercatat bahwa sepuluh tahun terhangat selama seratus tahun terakhir terjadi setelah tahun 1980, dan tiga tahun terpanas terjadi setelah tahun 1990, dengan 1998 menjadi yang paling panas.

Dalam laporan yang dikeluarkannya tahun 2001, Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa suhu udara global telah meningkat 0,6 derajat Celsius (1 derajat Fahrenheit) sejak 1861. Panel setuju bahwa pemanasan tersebut terutama disebabkan oleh aktivitas manusia yang menambah gas-gas rumah kaca ke atmosfer. IPCC memprediksi peningkatan suhu rata-rata global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.

IPCC panel juga memperingatkan, bahwa meskipun konsentrasi gas di atmosfer tidak bertambah lagi sejak tahun 2100, iklim tetap terus menghangat selama periode tertentu akibat emisi yang telah dilepaskan sebelumnya. Karbon dioksida akan tetap berada di atmosfer selama seratus tahun atau lebih sebelum alam mampu menyerapnya kembali.[15]

Jika emisi gas rumah kaca terus meningkat, para ahli memprediksi, konsentrasi karbon dioksida di atmosfer dapat meningkat hingga tiga kali lipat pada awal abad ke-22 bila dibandingkan masa sebelum era industri. Akibatnya, akan terjadi perubahan iklim secara dramatis. Walaupun sebenarnya peristiwa perubahan iklim ini telah terjadi beberapa kali sepanjang sejarah Bumi, manusia akan menghadapi masalah ini dengan risiko populasi yang sangat besar.

Selasa, 22 September 2015

Pekerja Sosial

Pekerja sosial


US Navy 031120-C-0000T-001 Sailors assigned to USS Vandegrift (FFG 48) assist local workers in digging a foundation for a new school building at Doi Lau Hamlet Kindergarten.jpg
Pekerja sosial adalah bidang keahlian yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan berbagai upaya guna meningkatkankemampuan orang dalam melaksanakan fungsi-fungsi sosialnya melalui interaksi; agar orang dapat menyesuaikan diri dengan situasi kehidupannya secara memuaskan.[1] Kekhasan pekerja sosial adalah pemahaman dan keterampilan dalam memanipulasi perilaku manusia sebagai makhluk sosial.[1]
Pekerja sosial dipandang sebagai sebuah bidang keahlian (profesi), yang berarti memiliki landasan keilmuan dan seni dalam praktik (dicirikan dengan penyelenggaraan pendidikan tinggi),[1] sehingga muncul juga definisi pekerja sosial sebagai profesi yang memiliki peranan paling penting dalam domain pembangunan kesejahteraan sosial.[2] Sebagai suatu profesi kemanusian, pekerjaan sosial memiliki paradigma yang memandang bahwa usaha kesejahteraan sosial merupakan institusistrategis bagi keberhasilan pembangunan.[2]

Sejarah

Konteks kelahiran dan perkembangannya]

Di Inggris dan Amerika Serikat, pekerja sosial muncul karena menanggapi banyak dampak negatif yang disebabkan oleh keseluruhan proses industrialisasi ekonomi danurbanisasi seperti kemiskinan dan penciptaan kelas-kelas pekerja.[3] Sejarah awal pekerja sosial pada kedua negara industrialisasi tersebut sebenarnya adalah sebuah sejarah tentang berbagai aktivitas kedermawanan atau filantropis demi menolong rakyat miskin atau juga dikenal dengan istilah penanganan kemiskinan(Hick 2003).[3] Aktivitas-aktivitas filantropis itu secara resmi diturunkan dari undang-undang terkenal mengenai kemiskinan: yaitu Undang-Undang kemiskinan Elizabeth yang keluar pada abad ke-17 (Barkerm1995).[3] Gerakan dari aktivitas kedermawanan ke arah sebuah profesi modern disebabkan oleh suatu kenyataan bahwa jenis bantuan yang ada bagi rakyat miskin memunculkan kesulitan-kesulitan besar.[3] Sebagian besar hambatan tersebut adalah keterbatasan sumber daya, kurang koordinasi, pelaksanaan yang diskriminatif, ketidakperdulian, kurangnya transparansi, dan ketidakmampuan untuk memberikan pelayanan secara memadai (Midgley,1981).[3] Awalnya, ada dua reaksi spesifik terhadap bentuk baru dalam meregulasi kaum miskin sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Kemiskinan itu.[3] Yang pertama adalah the Charity Organization Society (COS), dan kedua Fabian Society, yang ditransformasikan langsung kepada sebuah pendekatan the Settlement House Movement, adalah asal-muasal profesi pekerja sosial, dan secara nyata adalah produk-produk industrialisasi dan urbanisasi (Jhon 1995).[3]

Proses pekerjaan sosial

Setiap ahli memiliki pandangan yang beragam mengenai proses pekerjaan sosial.[1] Latar belakang budaya, bidang garapan dan objek pekerjaan sosial yang berbeda di antara para ahli tersebut sehingga menghasilkan proses pekerjaan sosial yang berbeda.[1] Menurut Dean H. Hepworth & Jo Ann Larsen:[1]
  • Eksplorasi, perencanaan penilaian[1]
  • Pelaksanaan pencapaian tujuan[1]
  • Evaluasi pelepasan[1]
Menurut Max Siporin.[1]
Menurut Lawrance M. Bremmer.[1]
  • Membangun hubungan : masuk, klarifikasi, struktur, hubungan[1]
  • Memfasilitasi dengan tindakan positif: eksplorasi, konsolidasi, perencanaan, pelepasan[1]

Nilai-nilai dasar

Nilai-nilai dasar pekerjaan sosial berdasarkan pada nilai-nilai masyarakat demokratis, yang seperti dikemukakan oleh Helen Northen, mengandung makna bahwa:
  • Setiap orang bebas untuk mengungkapkan dirinya sendiri.[1]
  • Setiap orang bebas untuk menjaga kerahasiaan dirinya.[1]
  • Setiap orang bebas berpartisipasi di dalam pembuatan keputusan yang menyangkut kepentingan pribadinya.[1]
  • Setiap orang berkewajiban untuk mengarahkan kehidupan pribadinya secara bertanggung jawab agar dapat bertindak secara konstruktif dalam kehidupan masyarakat.[1]
  • Setiap individu dan kelompok punya tanggung jawab sosial untuk meningkatkan kehidupan masyarakat.[1]

Prinsip-prinsip praktik

  1. Penerimaan merupakan prinsip Pekerja Sosial yang fundamental, yaitu dengan menunjukkan sikap toleran terhadap keseluruhan dimensi klien (plant,1970).[1]
  2. Tidak memberikan penilaian, hal ini berarti Pekerja Sosial menerima klien dengan apa adanya disertai prasangka atau penilaian.[1]
  3. Individualisasi berarti memandang dan mengapresiasi sifat unik dari klien (Bistek,1957).[1] Setiap klien memiliki karakteristik kepribadian dan pemahaman yang unik, yang berbeda dengan setiap individu yang lain.[1]
  4. Menentukan sendiri, ialah memberikan kebebasan mengambil keputusan oleh klien.[1]
  5. Tampil apa adanya, berarti Pekerja SOsial sebagai seorang manusia yang berperan apa adanya, alami, tidak memakai topeng, pribadi yang asli dengan segala kekurangan dan kelebihannya.[1]
  6. Mengontrol keterlibatan emosional, berati Pekerja Sosial mampu bersikap objektif dan netral.[1]
  7. Kerahasiaan, Pekerja Sosial harus menjaga kerahasiaan informasi seputar identitas, isi pembicaraan dengan klien, pendapat proffesional lain atau catatan-catatan kasus mengenai diri klien.[1]

Sistem dasar[sunting | sunting sumber]

  • Sistem pelaksana perubahan
Sistem pelaksana perubahan adalah sekelompok orang yang tugasnya memberi bantuan atas dasar keahlian yang berbeda-beda dan bekerja dengan sistem yang berbeda-beda pula ukurannya. [2] Seorang pekerja sosial dapat disebut sebagai pelaksana perubahan, sementara itu lembaga-lembaga kesejahteraan sosial yang memperkerjakannya disebut sebagai sistem pelaksana perubahan. [2]
  • Sistem Klien
merupakan individukelompokkeluargaorganisasi atau masyarakat yang meminta bantuan atau pelayanan kepada sistem pelaksana perubahan.[2] Sistem Klien adalah yang bermanfaat bagi klien, yang seluruhnya berfokus pada kekuatan dan sumber-sumber klien.
  • Sistem Sasaran
adalah pihak-pihak yang dapat dijadikan sasaran perubahan, atau dijadikan media yang dapat mempengaruhi proses pencapaian tujuan pertolongan. [2]
  • Sistem Kegiatan
menunjukkan pada orang-orang yang bekerjasama dengan pekerja sosial untuk melakukan usaha-usaha perubahan melalui pelaksanaan tugas-tugas atau program kegiatan. [2]

Fokus Praktik

adalah memberdayakan klien dan memantapkan hubungan pertolongan yang kolaboratif.[4] Dalam praktik pekerjaan sosial berbasis-kekuatan, suatu hubungan pertolongan kolaboratif dibentuk antara seorang profesional dan seorang individu, atau keluarga, atau kelompok, atau sebuah organisasi, atau suatu masyarakat dengan tujuan memberdayakan dan meningkatkan keadilan sosial dan ekonomi.[4]
  • Fokus Praktik Pekerja Sosial
Mikro adalah meningkatkan keberfungsian dan keberdayaan klien.[4]
  • Fokus Praktik Pekerja Sosial Makro
adalah pada perubahan keorganisasian dan komunitas/ masyarakat.[4]

Klien-klien[sunting | sunting sumber]

  • Klien sukarela
adalah klien yang mencari pelayanan dari pekerja sosial atau badan-badan sosial atas dasar keinginan sendiri karena mereka memang membutuhkan bantuan yang berhubungan dengan sejumlah aspek kehidupannya sendiri.[4]
  • Klien tidak sukarela
adalah klien yang ditekan atau dipaksa untuk mencari bantuan oleh seseorang yang mereka kenal dekat, bisa anggota keluarga ataupun bukan.[4] Mereka tidak memperoleh mandat dari pengadilan atau hukum atau badan sosial untuk memperoleh bantuan.[4]
  • Klien bukan sukarela
adalah yang memiliki mandat hukum untuk menerima pelayanan-pelayan.[4] Mereka tidak memiliki pilihan lain untuk hal tersebut.[4]

Penelitian

Penelitian pekerja sosial adalah suatu penelitian yang sistematis dan kritis terhadap persoalan-persoalan di dalam praktik pekerjaan sosial, dengan maksud untuk memperoleh jawaban terhadap masalah-masalah pekerjaan sosial, serta memperluas dan menggenaralisasikan pengetahuan dan konsep pekerja sosial.[5]

Kaitan penelitian dengan praktiknya

  • Penelitian Pekerjaan Sosial diharapkan dapat mengembangkan konsep, teori atau pengetahuan yang valid bagi keperluan Praktik Pekerja Sosial dalam bentuk metoda-metoda praktik yang ilmiah yang memenuhi persyaratan standar ilmiah.[5]
  • Para pekerja sosial dan pelaksana pelayanan pekerja sosial lainnya diharapkan lebih memahami dan membaca berbagai hasil Penelitian Pekerja Sosial serta menerapkan konsep, teori dan pengetahuan yang dikembangkan oleh peneliti Pekerja Sosial, kedalam praktik-praktik pertolongan Pekerjaan Sosial.[5]